Coretan Nur Hakim

Senin, 01 Januari 2018

RUU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

04.09 Posted by Unknown , , No comments


PERATURAN DAN REGULASI
RUU TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi sekarang ini sangat pesat menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia yang secara langsung mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Salah satunya adalah melakukan transaksi melalui dunia internet atau transaksi elektronik.
Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016  memiliki latar belakang dan pertimbangan khusus atas dilakukannya perubahan tersebut.
UU ITE Tahun 2008 merupakan undang-undang pertama dan landasan hukum dibidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, akan tetapi dalam kenyataannya dan implementasi dari UU ITE tersebut mengalami banyak persoalan. Untuk meminimalisir persoalan tersebut maka dibuatlah RUU Nomor 19 Tahun 2016.

2.        Tujuan Penulisan
a.       Memahami Tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
b.      Memahami Tentang Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

LANDASAN TEORI

1.        Pokok Pikiran RUU ITE
Kemajuan pesat dibidang teknologi informasi terutama internet berdampak besar pada globalisasi informasi yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang perlu dipelajari agar bisa menjawab tatangan baru yang selalu muncul dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Hukum lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum perdangangan internasional yang berbasis teknologi informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru yaitu undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

Pokok pikiran dalam undang-undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal berikut :
·           Pasal 8 : Pengakuan Informasi Elektronik
·           Pasal 9 : Bentuk Tertulis
·           Pasal 10 : Tanda Tangan
·           Pasal 11 : Bentuk Asli : Salinan
·           Pasal 12 : Catatan Elektronik
·           Pasal 13 : Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

Transaksi Elektronik terdapat dalam pasal-pasal berikut ini :
·         Pasal 14 : Pembentukan Kontrak
·         Pasal 15 : Pengiriman dan Penerimaan Pesan
·         Pasal 16 : Syarat Transaksi
·         Pasal 17 : Kesalahan Transaksi
·         Pasal 18 : Pengakuan Penerimaan
·         Pasal 19 : Waktu dan Lokasi Pengiriman dan Penerimaan Pesan
·         Pasal 20 : Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
·         Pasal 21 : Catatan Yang Dapat  Dipindah Tangankan

Dari Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016. Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.

2.        Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan dunia internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)  ini juga mengaturtur berbagai ancaman hukuman bagi pelanggar  kejahatan melalui internet. Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik dan perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, mengingat berbagai tindakan, seperti carding, hacking, cracking, phising, viruses, cybersquating, pornografi, perjudian (online gambling), transnasional crime yang memanfaatkan informasi teknologi sebagai “tool” telah menjadi bagian dari aktivitas pelaku kejahatan internet. Oleh karena itu, Pemerintah memandang RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mutlak diperlukan bagi Negara Indonesia, karena saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien, namun belum memiliki undang-undang cyber.

3.        Manfaat Pelaksanaan UU ITE
a.       Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
b.      Internet Banking semakin aman dan nyaman. Masyarakan mendapatkan kemudahan dalam perbankan.
c.       E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
d.      Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia.

ANALISA STUDI KASUS

Situs  milik Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) diretas gara-gara dukung blokir game online. Kejadian yang tidak terduga terjadi gegara peretas tidak setuju dengan yang dilakukan KPAI yaitu memblokir game online, halaman situs KPAI pun menjadi hitam  dan muncul tulisan “fix ur sec b4 talking about game”. Jika di ditarik dari pasal 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).  maka pelaku yang melakukan deface akan terkena hukuman , dimana yang terkandung dalam pasal 32 ayat 1 yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik. Sumber harian jogja 02/05/2016.

KESIMPULAN

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat pesat membawa banyak dampak positif dan negatif. Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016 merupakan payung hukum yang berlaku di Indonesia sekarang ini.  Undang-Undang tersebut merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

DAFTAR PUSTAKA

Senin, 06 November 2017

PERATURAN DAN REGULASI

06.39 Posted by Unknown , , No comments

PERATURAN DAN REGULASI TENTANG HAK CIPTA

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat sekarang ini, membuat sebuah karya atau seni dari seorang pencipta mudah tersebar luas keseluruh Indonesia bahkan keseluruh negara. Untuk melindungi karya atau seni tersebut perlu adanya undang-undang untuk melindungi karya atau seni tersebut.
 Undang-undang No. 19  Tahun 2002 dan Undang-undang No. 28  Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan payung hukum yang berlaku di Indonesia. Maka dari setiap karya atau seni perlu didaftarkan untuk menghindari pembajakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 

B.       Batasan Masalah
Batasan masalah pada penulisan ini tantang Hak Cipta pada Undang-undang No. 19  Tahun 2002 dan Undang-undang No. 28  Tahun 2014.

C.       Tujuan penulisan
1.        Mempelajari tentang Hak Cipta.
2.        Mempelajari tentang Undang-undang No. 19  Tahun 2002.
3.        Mempelajari tentang Undang-undang No. 28  Tahun 2014.

LANDASAN TEORI

A.      Ketentuan Umum Undang-undang Hak Cipta
1.        UU No. 19  Tahun 2002 pasal 1
Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau peerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari  pihak yang menerima dari hak tersebut.
Direktoral Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah dapartemen yang dipimpin oleh menteri.

2.        UU No.28 Tahun 2014 Pasal 1
Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tenpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak ekslusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang hak cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak ekslusif berupa hak ekonomi.
Dalam UU No.28 Tahun 2014 Pasal 20, hak terkait sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf “B” merupakan hak ekslusif yang meliputi :
1.      Hak Moral Pelaku Pertunjukan
2.      Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan
3.      Hak Ekonomi Produser Fonogram
4.      Hak Ekonomi Lembaga Penyiar

Fonogram adalah fiksasi suara pertunjukan atau suara lainnya, atau representasi suara, yang tidak termasuk bentuk fiksasi yang tergabung dalam sinematografi tau ciptaan audiovisual lainnya.
Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomuikasikan melalui perangkat apapun.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasikan suatu ciptaan yang bbersifat khas dan pribadi.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastrayang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan. Keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik hak cipta. Pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

3.        Lingkup Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta dalam undang-undang No.19 Tahun 2002 terdapat dalam BAB II yang terbagi dalam beberapa bagian.

4.        Perlindungan Hak Cipta
Undang-undang No.19 Tahun 2002 pada BAB II bagian ke-4 ciptaan yang dilindungi di atur dalam pasal 12 dan 13. 

Undang-undang No.19 Tahun 2002 Pasal 12 Ayat 1 menyebutkan :
a.    Buku, Program Komputer, pamphlet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis.
b.      Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis.
c.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d.      Lagu atau musik dengan teks atau tanpa teks.
e.       Drama atau drama musikal, tari koreografi, pewayangan, dan pantonim.
f.       Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolasi, dan seni terapan.
g.      Arsitektur
h.      Peta
i.        Seni batik
j.        Photografi
k.      Sinemtografi
l.    Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudkan.

Undang-undang No.19 Tahun 2002 Pasal 13 disebutkan bahwa tidak ada Hak Cipta atas :
a.       Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara.
b.      Peraturan perundang-undangan.
c.       Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah.
d.      Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
e.       Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Pasal 34 menyebutkan, “Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi :
a.       Selama 50 tahun.
b.     Selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah Penciptta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.

5.        Pembatasan Hak Cipta
      Pembatalan Hak Cipta diatur dalam undang-undang No.19 Tahun 2002 Pasal 14 menyebutkan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.

a.  Pengumuman atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifat yang asli.
b. Pengumuman atau perbanyakn segala sesuatu yang diumumkan atau diperbanyak oleh atas nama pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan atau diperbanyak.
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiar, dan surat kabar atau sumber sejenis, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
6.       Prosedur Pendaftaran HAKI
Prosedur pendaftaran Hak Cipta diatur dalam UU No.19 Tahun 2002 Pasal 35-44. Pasal 35:
(1)   Direktorat Jenderal Menyelenggarakan Pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam daftar umum ciptaan.
(2)   Daftar umum ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3)   Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebu dengan dikenai biaya.
(4) Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.




ANALISA STUDI KASUS

Kasus Posisi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk tentang pelanggaran Hak Cipta lagu oleh Eni Setyaningsih.
Berdasarkan  surat  dakwaan  Jaksa  Penuntut  Umum  pada  5  Desember  2013,  Eni Setyaningsih  alias  Eni  Sagita  pada  pokoknya  didakwa  telah  melakukan  pelanggaran  Hak Cipta  dikarenakan  telah  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  menyiarkan  kepada  umum  suatu ciptaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 72 ayat (2) UUHC 2002. Setelah  melalui  pemeriksaan  pengadilan,  Hakim  Pengadilan  Negeri  Nganjuk  melalui Putusan nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk akhirnya menyatakan terdakwa Eni Setyaningsih alias  Eni  Sagita  telah  terbukti  secara  sah  dan  meyakinkan  bersalah  melakukan  tindak  pidana “dengan sengaja menyiarkan kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta”.
Cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyayi atau artis lain. Bagi lagu-lagu cover yang diciptakan untuk tujuan komersial, pencantuman nama penyayai asli saja pada karya cover tidak cukup untuk menghindari tuntunan hukum pemegang Hak Cipta, seseorang perlu memperoleh izin atau lisensi dari pencipta atau pemegang Hak Cipta. Apabila dikaitkan dengan kasus Eni Sagita, maka yang dilakukan adalah membuat cover version. Eni Sagita membawakan ulang lagu yang berjudul “Oplosan”, dimana sebelumnya lagu ini pernah dibawakan oleh artis lain yang bukan merupakan pencipta lagu tersebut, namun dengan adanya lisensi atau izin dari pencipta maka tidak melanggar hukum Hak Cipta, tapi tidak dengan yang dilakukan oleh Eni Sagita.
Dalam hal ini , agar cover yang dilakukan Eni Sagita untuk tujuan komersial tidak melanggar Hak Cipta Nur Bayan selaku pemilik lagu, maka perlu mendapatkan izin (lisensi) dari Nur Bayan. Lisensi yang dibutuhkan adalah :
1.      Lisensi atas hak mekanikal (mechanical rights)
2.      Lisensi atas hak mengumumkan (performing rights)

KESIMPULAN

Undang-undang No. 19  Tahun 2002 dan Undang-undang No. 28  Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan payung hukum Hak Cipta yang berlaku di Indonesia. Pembuatan dan pengumuman cover lagu  secara umum tidak melanggar Hak Cipta apabila pembuatan dan pengumuman tersebut dilakukan dengan tidak menggar hak-hak eksklusif pemegang Hak Cipta. Hal yang perlu ditekankan dalam pembuatan suatu pembuatan dan pengumuman cover version adalah apabila pembuatan dan pengumuman cover version tersebut dilakukan dengan tanpa hak dan untuk tujuan mencari keuntungan ,maka pembuatan dan pengumuman cover version merupakan penggaran Hak Cipta.
Lisensi yang dibutuhkan agar cover version terhadap lagu untuk tujuan komersil tidak menjadi suatu pelanggaran antara lain:
a.       Lisensi atas hak mekanikal (mechanical license)
b.      Lisensi atas hak mengumumkan (performing license)
c.       Lisensi atas hak sinkronisasi (synchronization license)

Sumber : Sumber1 Sumber2 Sumber3